''Blangkon iku sajinis panutup sirah kanggowong priyo sing sejatine wujud modern lan praktis soko iket . Iket digawe soko kain batik sing rodho dowo banjur dililitake miturut cara-cara lilitan tinentu neng sirah. Lilitan kain iku kudhu isa nutup kabeh sirah (ndhuwur kuping)''
Ya,blangkon adalah salah satu
bagian dari pakaian adat khas jawa yang digunakan untuk penutup kepala bagi
para pria sebagai pelindung dari sengatan matahari atau udara dingin. Awalnya
terbat dari kain iket atau udeng berbentuk persergi empat bujur sangkar,berukuran
kurang kurang lebih 105 cm x 105 cm. Kain yang kemudian dilipat dua menjadi
segitiga dan kemudian dililitkan dikepala dengan cara dan aturan
tertentu. Mengenakan iket dengan segala aturannya ternyata tidak mudah dan
memakan waktu,maka timbullah gagasan seirng dengan kemajuan pemikiran orang dan
seni untuk membuat penutup kepala yang lebih praktis,yang kemudian kita kenal
dengan nama blangkon.
Tidak ada catatan sejarah yang
pasti akan asal muasal orang jawa memakai iket sebagai penutup kepala. Iket telah
tersebut dalam legenda Aji Saka,pencipta tahun saka atau tahun jawa,sekitar 20
abad yang lalu dimana aji saka berhasil mengalahkan dewata cengkar hanya dengan
menggelar kain penutup kepala yang kemudian dapat menutuoi seluruh tanah
jawa. Selain itu,ada cerita-cerita bahwa iket adalah pengaruh budaya hindu dan
islam. Para pedagang dari gujarat yang keturunan arab selalu mengenakan
sorban,kain panjang yang dililitkan dikepala,yang kemudian menginspirasi orang
jawa memakai ikat kepala seperti mereka. Cerita lain mengatakan, di satu waktu
akibat peperangan kain menjadi barang yang sulit di dapat sehingga petinggi
keraton meminta seniman untuk menciptakan ikat kepala yang lebih efisien yaitu
blangkon.
seorang ahli kebudayaan
bernama Becker yang meneliti tata cara pembuatan blangkon mengatakan,"that
an object is useful,that it required virtuoso skill to make-neither of these
precludes it from also thought beatiful. Some craft generate from within their
own tradition a feeling for beauty and with it appropriete aesthetic standars
and common of taste". Pada jaman dahulu,blangkon memang hanya dibuat oleh
para seniman yang ahli dengan pakem (aturan) tentang iket. Semakinmemenuhi pakem
yang diterapkan,maka blangkon tersebut akan semakin tinggi nilainya.
Bagi orang jawa,kepala,rambut,dan
wajah adalah mahkota,bagian yang terpenting dan terhormat dari tubuh
manusia,yang harus selalu dilindungi dan diperhatikan. Kebanyakan orang jawa
dahulu memanjangkan rambutnya tapi tidak membiarkannya tergerai
acak-acakan. Rambut biasanya digelung atau diikat dengan ikatan kain,yang saat
ujung ikatan kain tersebut diikat dibelakang kepala bermakna filosofisberupa
peringatan untuk mampu mengendalikan diri. Pria jawa jaman dahulu hanya
membiarkan rambutnya tergerai hanya saat berada dirumah atau dalam sebuah
konflik,misal perang atau berkelahi. Membuka ujung ikatan kain di belakang
kepala (atau membuka tutup kepala)yang berakibat tergerainya rambut adalah
bentuk terakhir luapan emosi yang tak tertahan. Jadi iket atau blangkon adalah
perwujudan pengendalian diri.
Saat agama islam masuk ke tanah
jawa,blangkon dikaitkan dengan nilai transedental. Dibagian belakang blangkon
pasti ada 2 ujung kain yabg terikat,yang satu ujung kain merupakan simbol dari
syahadat tauhid dan satu ujung lain adalah syahadat rasul dan terikat menjadi
satu bermakna menjadi syahadatain. Setelah terikat,kemudian dipakai
dikepala,dibagian yang bagi orang jawa adalah bagian terhormat. Artinya syahadat
harus ditempatkan paling atas. Pemikiran apapun yang keluar dari kepala harus
dilingkupi oleh sendi-sendi islam.
Pada perkembangannya
kemudian,blangkon yang awalnya menjadi pelindung kepala yang mempunyai nilai
filosofis tinggi kemudian menjadi sebuah simbol atau identitas kelompok serta
status sosial dari masyarakat penggunanya. Hal ini ditandai dengan adanya
wiron,jabehan,cepet,waton,kuncungan,corak dan ragam hiasnya. Tetapi apapun
itu,sebagai orang jawa tulen,bilaanda tidak mampu mengendalikan emosi dan nafsu
maka anda tidak berhak mengenakan iket blangkon dikepala!!
Secara umum,ada dua jenis
blangkon,yaitu mempunyai mondholan(tonjolan)dan yang tepes (rata). Pada awal iket
dipergunakan sebagai tutup kepala,banyak pria jawa yang berambut panjang
sehingga harus digelung terlebih dahulu sebelum ditutup dengan iket. Gelung
rambut inilah yang kemudian mondol,menonjol,dan disembunyikan dibawah
iket. Rambut dalam nilai filosofi orang jawa yang sudah disebutkan diatas adalah
representai perasaan. Rambut dibawah iket adalah perasaan yang
disembunyikan,yang harus dijaga rapat-rapat,menjaga perasaan sendiri demi
menjaga perasaan orang lain.
Sebagai bagian dari taktik
devide et impera ,VOC menengahi dan memanfaatkan konflik internal kerajaan
Mataram. Setelah ditandatangani perjanjian Gianti(1755)Kesultanan Mataram
terbagi menjadi dua yaitu Yogyakarta dan Surakarta. Masyarakat dikeduea daerah
ini kemudian tumbuh dengan caranya sendiri-sendiri. Salah satunya adalah pria
Jogya masih berambut panjang dan menggelung rambutnya,sementara pria Surakarta
karena lebih dekat dengan orang-orang belanda terlebih dahulu mengenal cara
bercukur. Walaupun kemudian orang mulai banyak berambut pendek dan menggunakan
blangkon (tidak lagi iket),untuk sebuah pembedaan maka dibuatlah mondholan yang
dijahit langsung pada blangkon dari Jogya. Itu mengapa blangkon dengan mondholan
dapat ditemukan di Jogya,sementara yang trepes ditemuka di Solo.
Sebenarnya ada banyak varian
dari blangkon,yaitu:
1. Kejawen (meliputi daerah
banyumas,bagelen,yogyakarta,surakarta,madiun,kediri,malang) dapat dibedakan lagi
sekurang-kurangnya dua gaya,yakniSolo dan Yogyakarta.
a. Gaya Solo,dapat dibedakan
lagi dengan gaya utara dan selatan.
b. Gaya Yogya,dapat dibedakan
jenis lagi menurut wironnya,yakni mataraman dan iket krepyak.
2. Pasundan.tidak selalu
diartikan secara geografis,misalnya Banten dan Cirebon masuk kelompok
pesisiran. Blangkon atau bendo pasundan banyak persamaannya dengan gaya
Solo,namun dapat dibedakan melalui beberapa bentuk seperti
:barangbangsempla,sumedangan,wirahnasari dan lain-lain.
3. Pesisiran.adalah
daerah-daerah yang berlokasi di pantai utara pulau jawa dimana corak budayanya
berbeda (penerapan motif batik) dengan daerah pedalaman.
4. lain-lain. disamping yang
tidak disebutkan diatas masih terdapat corak atau gaya lain dipulau jawa
seperti layaran (jawa timur,dari bangkalan) ,tengkulak (banten,cirebon,demak) dipakai
oleh santri dan lai-lain.
Jadi Blangkon adalah sebuah
representasi diri melalui tampilan depan yang rapi,sopan dan berseni (ditandai
dengan wiru halus) dari sebuah pengendalian diri yang kat (ikatan dua ujung kain
dibagian belakang) ,pengendalian diri yang juga berbasis atas hubungan manusia
dengan sang pencipta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar