1. Blangkon Yogya
Kemudian menjadikan salah satu filosofi masyarakat jawa yang pandai menyimpan rahasia, tidak suka membuka aib orang lain atau diri sendiri karena ia akan serapat mungkin dan dalam bertutur kata dan bertingkah laku penuh dengan kiasan dan bahasa halus, sehingga menjadikan mereka selalu berhati-hati tetapi bukan berarti berbasa-basi, akan tetapi sebagai bukti keluhuran budi pekerti orang jawa. Dia pandai menyimpan rahasia dan menutupi aib, dia akan berusaha tersenyum dan tertawa walaupun hatinya menangis, yang ada dalam pikirannya hanyalah bagai mana bisa berbuat yang terbaik demi sesama walaupun mengorbankan dirinya sendiri.
2. Blangkon Solo
Blangkon Yogya mempunyai mondolan, hal ini dikarenakan pada waktu
itu, awalnya laki-laki Jogja memelihara rambut panjang kemudian diikat keatas
(seperti Patih Gajah Mada) kemudian ikatan rambut disebut gelungan kemudian
dibungkus dan diikat, lalu berkembang menjadi blangkon.
Kemudian menjadikan salah satu filosofi masyarakat jawa yang pandai menyimpan rahasia, tidak suka membuka aib orang lain atau diri sendiri karena ia akan serapat mungkin dan dalam bertutur kata dan bertingkah laku penuh dengan kiasan dan bahasa halus, sehingga menjadikan mereka selalu berhati-hati tetapi bukan berarti berbasa-basi, akan tetapi sebagai bukti keluhuran budi pekerti orang jawa. Dia pandai menyimpan rahasia dan menutupi aib, dia akan berusaha tersenyum dan tertawa walaupun hatinya menangis, yang ada dalam pikirannya hanyalah bagai mana bisa berbuat yang terbaik demi sesama walaupun mengorbankan dirinya sendiri.
2. Blangkon Solo
waktu itu lebih dulu mengenal cukur rambut
karena pengaruh Belanda, dan karena pengaruh Belanda tersebut mereka mengenal
jas yang bernama Beskap yang berasal dari beschaafd yang
berarti civilized atau berkebudayaan.
Tidak adanya tonjolan hanya diikatkan jadi
satu dengat mengikatkan dua pucuk helai di kanan dan kirinya, yang mengartikan
bahwa untuk menyatukan satu tujuan dalam pemikiran yang lurus adalah dua kalimat
Syahadat yang harus melekat erat dalam pikiran orang jawa.
Secara keseluruhan penempatan
blangkon dikepala merupakan anjuran agar segala pemikiran yang dihasilkan dari
kepala tersebut selalu membawa nilai-nilai keislaman. Dalam artian sebebas apapun
pemikiran yang dihasilkan oleh otak, agama islam selalu menjadi mainstream.
Jadi, segala pemikirannya akan berguna bagi orang banyak, tidak malah
menyengsarakan. Juga berguna bagi seluruh alam sebagaimana islam yang rahmatan
lil’alamin.
Makna filosofi blangkon yang
kedua yaitu blangkon sebagai simbol pertemuan antara jagad alit (mikrokosmos)
dengan jagad gede (makrokosmos).
Blangkon merupakan
isyarat jagad gede karena nilai-nilai transendentalnya.
Sedangkan kepala yang ditumpanginya merupakan isyarat jagad alit.
Ini terkait dengan tugas manusia sebagai khalifatullah fi al-ardi yang
membutuhkan kekuatan Tuhan. Karena itu, agar manusia mampu melaksanakan
tugasnya dibutuhkan kekuatan Tuhan yang disimbolkan dengan blangkon. Setelah
manusia mendapat kekuatan tersebut, resmilah ia sebagai khalifatullah
fi al-ardi yang tugasnya mengurus alam sesisinya.
Maka tak heran jika zaman
dahulu orang-orang Jawa banyak yang memakai blangkon karena mereka sadar bahwa
mereka selain sebagai hamba Tuhan juga merupakan khalifah di bumi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar